Kitab Suci Bukan Fiksi
Lalu mengenai kata fiksi. Ini dipicu oleh kemiskinan bahasa diluar idiom filsafat metafisika. Untuk menggambarkan abstraksi benak dalam idiom filsafat metafisika ada banyak kata: hayal, imajinasi,Β waham,Β i’tibar, ra’yu atau pendapat, faham,Β pikir,Β maklum,Β basyiroh,Β nalar,Β tashowur atau konsepsi, tadzabur,Β idrak,Β dan lain-lain. Semua berkaitan dengan benak.
Kitab Suci Bukan Fiksi (1)
Ujaran Rocky Gerung di ILC yang menyatakan kitab suci itu fiksi,Β dilaporkan Permadi Arya dan rakan ke kepolisian. Kini polisi mulai memanggil Rocky Gerung.
Kembali belajar Logfil (logika filsafat) tentang proposisi. Kitab suci,Β dalam makna etimologis, adalah genus bagi spesies yang biasa difahami masyarakat umum sebagai Al Quran bagi Islam,Β Injil bagi Kristen, Weda bagi Hindu maupun Tripitaka bagi Budha. Sehingga jika hendak mendefinisikan apakah Al Quran itu? Akan dijawab Al Quran adalah Kitab suci yang digunakan umat Islam. Begitu seterusnya, cara mendefinisikan sesuatu,Β disebut dulu genusnya baru diikuti pembeda atau diferensiasinya. Apakah bebek itu?Β Bebek adalah unggas yang kalau jalan rombongan berbaris, misalnya.
Pakar teologia atau ilmu kalam mengkonsepsi Kitab Suci menjadi doktrin keagamaan, produknya biasa disebut akidah atau ilmu usuludin.Β Pakar Fiqh atau yurisprudensi agama mengkonsepsi kitab suci menjadi ketentuan teknis pelaksanaan secara detailnya, disebut furu’udin.Β Abdul Munib
Pakar teologia atau ilmu kalam mengkonsepsi Kitab Suci menjadi doktrin keagamaan, produknya biasa disebut akidah atau ilmu usuludin.Β Pakar Fiqh atau yurisprudensi agama mengkonsepsi kitab suci menjadi ketentuan teknis pelaksanaan secara detailnya, disebut furu’udin.
Keberadaan ilmu diatas, bersandar pada adanya kitab suci. Keberadaan kitab suci bersandar pada adanya Tuhan,Β kenabian dan risalah. Dalam pemahaman ini kitab suci adalah realita metafisika, yang menjadi sumber epistemologis bagi keilmuan lain. Demikian juga pakar ilmu tafsir,Β mereka mengkonsepsi agar realitas metafisis Kitab Suci dapat dikonsepsi oleh para pembacanya.
Lalu mengenai kata fiksi. Ini dipicu oleh kemiskinan bahasa diluar idiom filsafat metafisika. Untuk menggambarkan abstraksi benak dalam idiom filsafat metafisika ada banyak kata: hayal, imajinasi,Β waham,Β i’tibar, ra’yu atau pendapat, faham,Β pikir,Β maklum,Β basyiroh,Β nalar,Β tashowur atau konsepsi, tadzabur,Β idrak,Β dan lain-lain. Semua berkaitan dengan benak.
Rocky Gerung memasuki masalah yang berabe. Karena fiksi dalam makna etimologinya dipersepsi sebagai hayal. Di datangkan seratus saksi di pengadilan pun akan mengatakan bahwa makna fiksi itu khayalan. Di kenyataan ini dia akan kerepotan. Ahok yang baru dituduh menista satu ayat saja,Β yakni Al Maidah 51, hukumannya dua tahun. Lha Al Quran semua ayatnya ada 6348 ayat, tinggal kali dua. Bisa dihukum 12.696 tahun,Β gak cukup umurnya Gerung. Itu baru dari satu kitab suci Al Quran belum Injil dan lainnya.
Disini rapuhnya filsafat Barat yang Gerung tekuni secara otodidak itu. Tak bisa bedakan mana konsepsi sebagai pekerjaannya akal dan mana revelasi sebagai wahyu. Karenanya filsafat materialisme dialektika Karl Mark mendekati atheis. Neitszhe menyatakan Tuhan telah mati. Mereka menganggap agama itu hanya dongeng mitologi semata. Munib
Tapi kalau saya jadi pengacara atau saksi ahli di pengadilan tetap saya akan meringankan hukuman Rocky Gerung dengan argumentasi cukup kuat. Bahwa yang dimaksud kitab suci saat bicara di ILC adalah Kitab Suci Kapak Maut Naga Geni 212. Karena yang satu ini memang karangan fiksi Bastian Tito. Rocky Gerung pun bebas dari tuntutan jaksa dan lolos di pengadilan, bebas murni. Maka gagal lah tujuannya menjadi martir kampret seperti kawan-kawannya yang telah mendahului.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (2-25)
Kitab Suci Bukan Fiksi (2)
Ambilah hendpon kalian, rekamlah suara Rocky Gerung. Putar kembali rekaman itu di depannya,Β dan tanyakan: apakah suara dalam rekaman ini fiksi atau bukan menurut nya?
Kemungkinan jawaban ada dua saja: fiksi dan bukan fiksi. Pertama Gerung akan menjawab bahwa suaranya dalam kaset itu tidak fiksi,Β karena dia menyadari itu suaranya sendiri. Jawaban kedua ia harus mengatakan bahwa suara dalam kaset itu fiksi,Β disini lah omatis Gerung harus menyerah. Bahwa dirinya berarti fiksi, sebagai penyebab atau kausalitas suara tadi. Bagaimana mungkin fiksi bisa di panggil di ILC,Β UIN Sunan Ampel,Β Universitas Muhammadiyah dan terima honor.Β Untungnya, konon doi masih jomblo,Β kalau tidak, kasihan isterinya punya suami fiksi. Menjalani rumah tangga bersama fiksi. Kelon fiksi. Jadi berantakan semua bangunan logikanya.
Sementara pesan Tuhan kepada manusia,Β - karena kesucianNya,Β membutuhkan medium manusia nabi dan kitab suci untuk menyampaikan dan menjelaskan pada khalayak umat. Akal manusia bukan nabi tak akan dapat menjangkau makna hakikat kitab suci. Kira-kira seperti kemampuan kendang telinga ketika menyelam, pada kedalaman tertentu kendang telinga bisa pecah. Kalau hanya dengan akal sudah cukup bagi manusia menemukan hakikat seutuhnya,Β tentu kitab suci tak perlu diturunkan. Kareana akal spesialisnya konsepsi maka dilengkapi wahyu sebagai fungsi revelasi.
Kebutuhan pada manusia suci pengganti nabi yang merengkuh seluruh makna kitab suci adalah suatu darurat. Karena khas akal sebagai alat konsepsi,Β tak akan mampu mendedah makna revelatif wahyu seutuhnya. Kalau tak ada penjelas wahyu seutuhnya, manusia terancan menggunakan agama sepotong-sepotong.
Gerung akan tanya,Β kaset kok disamakan dengan nabi,Β anda melakukan penistaan juga? Nabi,Β karena kesucian jiwanya,Β mampu merekam pesan Tuhan,Β yang selanjutnya di sampaikan pada manusia. Kaset kalau rusak juga tidak bisa merekam suara kita. Kalau manusia saja bisa ciptakan kaset, bagiΒ Tuhan pasti kuasa pilih nabi untuk merekam pesannya. Untuk fungsi merekam,Β dan menyampaikan isi rekaman yang berupa pesan bagi manusia.
Rocky Gerung biasa ngeles,Β -seperti ketika di UIN Sunan Ampel,Β bahwa semua tema itu berkaitan iman. Kalau sudah soal iman, itu masing-masing orang.
Padahal persoalannya sepele. Satu,Β iman model pertama karena turunan,Β baca kitab suci langsung percaya,Β atau dari pemuka agama ngomong langsung iman. Model kedua adalah seseorang menemukan sarang burung terjatuh ke tanah,Β sarang burung jatuh itu menuntun akalnya pada keberadaan burung pembuatnya. Begitu juga ketika seseorang bulu kuduk merinding, hanya karena di hutan ketemu jejak harimau. Bekas telapak kaki harimau itu bukan harimau kenapa takut,Β karena jejak kaki itu menuntunΒ akal pada yang punya jejak. Begitulah iman model ini bekerja.
Jika kosmos besar ini belum menuntun Bang Rocky Gerung pada yang cipta semesta, tidak apa-apa. Di setiap jiwa manusia diberi kehendak bebas dan dia sendiri yang mempertanggung-jawabkan. Sehingga matahari yang disiplin muncul di timur tiap pagi dianggap itu kebetulan atau fenomena alam saja,Β tak ada pengatur. Tidak apa-apa. Sehingga kitab suci itu kau ragukan bukan dariNya. Menurutmu itu konsepsi dari manusia Muhammad, konsepsi dari manusia Isa Al Masih atau Yesus. Terserah kau.
Kau sangka para nabi ngarang-ngarang fiksi.
Kalau kau jujur saja,Β bahwa kau ateis sebenarnya tak ada masalah karena kau sendiri yang kelak mempertanggung jawabkan pada Tuhan. Kau berharap Tuhan benar-benar tidak ada supaya kau tak perlu bertanggung-jawab atas penafian keberadaanNya. Terserah kau lah.
Di depan peradilan dunia kau akan dimintai pertanggung-jawaban oleh manusia tentang hakikat fiksi.Β Setiap sesuatu ada hakikatnya. Juga sesuatu dirimu dan sesuatu fiksi. Kau jelaskan nanti disana panjang lebar tentang hakikat fiksi,Β supaya bangsa ini mengerti. Jangan dungu, seperti selalu kau umpatkan. Kata yang paling mudah meluncur licin dari lidahmu.
Yang tersisa dari saya adalah sebuah harapan bahwa semoga kau adalah seorang pencari.
Dan pencari sejati tak akan pernah merasa telah menemukan. Bilang Pak Hakim manti,Β saksi meringankan sudah tersedia satu orang yaitu saya. Biar sekali-kali tema hikmat kita angkat lewat panggung peradilan Indonesia. Panggung ILC sudah mulai membosankan. Mosok kau betah dipelihara Karni terus. Disana kau memang dapat nama,Β tapi dapat kehinaan. Dari tempat itulah Jonru juga kau ditangkap polisi. Itu tempat tidak baik kawan.
Sebenarnya di negeri ini seseorang bukan siapa-siapa,Β tanpa penderitaan rakyat. Ateis sepi-sepi saja,Β gak usah ajak-ajak orang. Toh tak ada Tuhan yang akan memberimu pahala. Kalau ada ateis berdakwah,Β ia pasti seorang ateis dungu.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (3)
Ini salah satu realitas kitab suci Al Quran yang bukan fiksi. Dalam hal yang berkaitan dengan rasionalitas akal manusia,Β Kitab Suci Al Quran menggambarkan 19 keadaan benak dalam idiom bahasa yang berbeda.
Tafakur = pikir
Ta'qilun = berakal
Tadzabur = berpikir menghubung-hubungkan
Adzraka = pendapat
Yandzuuru = teori, nalar
arrafa = memakrifati
ta'lamun = berilmu
Ra'yun = menyimak
Hasiba = memperkirakan
Zikir = ingat
Syahida = menyaksikan
Iman = mempercaya
Yaqin = percaya
Mafhum = faham
Tafaquh = pengetahuan rincan
I'tibar = abstraksi
tashowur = konsepsi
Hayal = hayal
Waham = waham
Kekayaan bahasa Kitab suci ini,Β sulit untuk dicarikan terjemah dalam bahasa lain dengan kesaksamaan yang sepadan. Sama dengan ketika kata rice dalam bahasa Inggris, pada kekayaan bahasa Jawa bisa bermakna padi, gabah,Β beras,Β nasi,Β bubur,Β lontong,Β ketupat,Β buras,Β arem-arem,Β kerak,Β upa dan banyak lagi. Yang dalam bahasa Inggrisnya semua dalam satu kata rice.
Sedemikian banyak idiom bahasa yang menggambarkan hierarki rasionalitas. Setiap kata mewakili kesaksamaan masing-masing,Β dalam realitas gradasi makna yang berbeda satu sama lainnya.
Sedangkan ilmu seorang manusia,Β sudah menunjukan sebuah fakta realitas metafisika. Misalkan pengetahuan kita terhadap kepakaran BJ Habibie tentang ilmu teknologi pesawat terbang. Bukti bahwa ilmu BJ Habibie itu non-materi,Β adalah ia tidak tambah berat walau ilmunya banyak. Sehingga masih bisa naik pesawat yang ia ciptakan. Kalau realitas ilmunya berupa materi,Β dia akan bertambah berat karena tiap materi punya massa. Berarti ilmu BJ Habibie itu realitas, walaupun non-materi.
Dasar keyakinan kita pada adanya non-materi inilah yang dapat menuntun kita pada realitas metafisis seperti contoh adanya wahyu, adanya malaikat, adanya surga neraka. Sehingga mudah untuk memahami bahwa kitab suci itu realitas. Sedangkan fiksi atau abstraksi yang difahami Rocky Gerung menemukan kesaksamaannya pada kata i'tibar, salah satu kadar benak dalam mengkonsepsi sesuatu.
Perjalanan membangun unit ilmu filsafat, dalam rentang dua puluh abad antara Aristoteles hingga Sadrudin Siraji,Β diwarnai persoalan mana diantara eksistensi (wujud) dan esensi (mahiyah) yang terkoneksi dengan realitas. Dengan segenap argumentasi burhan yang pertela,Β ditetapkanlah bahwa yang dasar adalah eksistensi. Sedangkan mahiyah hanya i'tibar aqli atau fiksi belaka.
Seharusnya kalau mengaku filsuf Ricky Gerung dapat mengetahui hal mendasar ini. Sedang filsafat Barat yang tak memiliki runut bangunan satu unit keilmuan seperti fitrah keilmuan lainnya yang terus menyempurna, sama dengan dunia kepenyairan. Satu orang punya keratonnya sendiri-sendiri dan setiap penyair atau filsufnya,Β bertahta masing-masing sebagai raja diantara raja-raja yang lain. Filsafat Barat tidak punya fitrah sebagaimana ilmu-ilmu lain yang dalam satu bangunan berangsur-angsur menyempurna. Filsafat Barat sebuah anomali keilmuan yang ganjil.
Seperti Rocky Gerung dengan dengan keraton Filsafat Fiksi nya.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (4)
Pernyataan Rocky Gerung Kitab Suci itu fiksi,Β Β tidak terlepas dari tabiat Filsafat Barat yang menolak metode deduktif. Barat hanya menerima metode eksperimental yang empirik. Barat menampik realitas metafisika yang non-materi.
Berangkat dari karakternya yang seperti ini,Β fiksuf Barat banyak yang terjebak dalam proposisi: Tuhan sudah mati,Β karena telah ditemukan ilmu pengetahuan den teknologi manusia tidak lagi membutuhkan Tuhan.
Karenanya,Β meski hari ini mereka memegang kunci gudang harta dunia,Β masyarakatnya jatuh dalam dekadensi. Generasinya limbung tak tahu arah. Ini tidak terlepas dari dunia pemikiran intelektualnya. Contohnya sudah ada,Β materialisme dialektika komunis sudah tak punya peta di muka bumi ini. Hanya tersusun di musium dan ruang perpustakaan.
Barat bahkan memasukan ilmu filsafat kedalam kategori ilmu bahasa. Karena bagi Barat ilmu harus berangkat dari realitas materi,Β terindera dan tereksperimen lewat metode empirik.
Kolonisasi,Β penjajahan,Β menghegemoni bangsa lain sebagai watak Barat dalam lima abad belakangan ini,Β disumbang oleh pandangan dunia mereka yang materialis pemuja modal dan rente. Merebut tanah orang Indian di Amerika dan orang Aborigin di Australia. Menipu manusia dengan froksi Hollywood, penguasaan media dan media sosial. Ideologi mereka yang kini menjadi sumber arogansi dan membuat kekacauan masyarakat dunia. Mengadu domba sana-sini,Β mengobarkan peperangan,Β dan membunuh rakyat tak bersalah.
Cepat atau lambat Ideologi Barat akan ditinggalkan manusia. Fitrah manusia dan bangsa-bangsa merindukan keadilan. Sudah bosan dan muak dengan pemaksaan kehendak yang sudah berumur abad berabad. Indonesia Merdeka sudah 73 tahun masih banyak rakyat miskin karena negara ini lama dibajak oleh penyusup ideoligi Barat.
Banyak antek yang keblinger,Β koruptor,Β menguntungkan diri sendiri.
Menyatakan kitab suci fiksi,Β tentu tidak terlepas dari arogansi Ideologi Barat yang merasa telah menaklukan dunia. Tak ada lagi timbangan keadilan. Mereka berkuasa untuk bisa menyalahkan siapa yang hendak disalahkan,Β dan membenarkan siapa yang harus dibenarkan. Rocky berlindung disini. Bahkan berani ceramah di mesjid,Β karena yakin pada kekuatan yang melindunginya. Mengaku mengampanyekan akal sehat tapi menjungkir balikan logika. Bagaimana mungkin dia bisa mempredikasikan Pancasila dan daun ganja. Silogisme yang buruk, selain juga etika yang buruk.
Karena Tuhan bukan fiksi,Β maka kitab sucinya juga bukan fiksi. Kita akan uji ini di pengadilan manusia,Β pada tahap awalnya.
Semua argumentasi atheis hanya kepicikan dan sikopat belaka.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (5)
Untuk seseorang berdialog tentang kandungan kitab suci membutuhkan syarat. Apa syaratnya? Syaratnya kedua orang yang berdialog itu harus sama-sama percaya kitab suci. Tak mungkin kita membahas sesuatu yang mana definisi sesuatu itu tidak sama diantara kedua pembahas. Bisa ambigu jadinya.
Makanya bicara kitab suci dengan seorang atheis,Β suatu hal yang tak akan berguna. Karena dia sendiri tidak percaya adanys Tuhan. Mana mungkin masuk akal,Β lha Tuhannya saja tidak ada mau berpesan melalui kitab suci bagaimana. Yang tidak ada kok bisa berpesan. Dibacok pakai golok yang hilang? Rocky menikahi perempuan yang belum dilahirkan?
Walhasil,Β ketika Rocky mengatakan kitab suci,Β perlu disamakan dulu soal pembuat pesan yakni Tuhan. Apakah ia sama dengan lawan bicaranya tentang adanya Tuhan. Ini penting,Β karena realitas kitab suci bergantung pada sebabnya,Β yakni realitas Tuhan yang membuat pesan. Kalau dia tak percaya adanya Tuhan,Β tentu akan mengarah pada adanya semesta ini kebetulan dan hanya fenomena alam. Dan Al Quran,Β Injil, Taurat hanya karangan fiksi manusia Muhammad,Β manusia Isa dan manusia Musa.
Di ILC Gerung keberatan kata fiksi dipersepsi sebagai lawan dari fakta. Yang ia maksud adalah fiksi yang lawannya adalah realitas.
Sedangkan definisi realitas antara Plato dan muridnya Aristoteles saja berbeda. Bagi Plato ada idea yang non-materi dan ada realitas. Bagi Aristoteles realitas itu satu,Β baik itu materi atau non-mareri,Β baik itu fisika atau metafisika.
ILC hanya membangun ambiguitas ketika membahas sesuatu tidak disinkronkan dulu definisinya. Orang bisa berpendapat matahari itu panas,Β bisa juga dingin untuk matahari di langit atau Matahari di mall. Di fakta persidangan yang jadi realitas adalah adanya orang yang merasa ternistakan, seperti di kasus Ahok.
Baiklah saya ikuti maunya Rocky Gerung,Β bahwa fiksi yang ia maksud adalah yang lawannya realita. Bukan yang lawan dati kata fakta. Konklusinya berarti Kitab suci bukan realitas. Karena mustahil berkumpulnya dua hal yang berlawanan, mumtani'u ijtimaun naqidaini. Pertanyaannya apakah benar kitab suci itu tidak realitas?
Gerung mendefinisikan fiksi adalah energi untuk mengaktifkan imajinasi. Ini definisi yang kacau balau lagi. Berarti kitab suci itu salah satu energi. Kok ikut Gerung tambah berabe. Genus yang sama dengan energi listrik, energi minyak bumi,Β energi solar sel. Bahas kitab suci kok sampai minyak tanah segala. Hadeehhh. Filsafat cap opo Rung Gerung.
Silogisme yang payah. Kitab suci memiliki efek membangkitkan imajinasi. Fiksi adalah energi untuk membangkitkan imajinasi. Jadi,Β natijah Gerung,Β Kitab Suci adalah fiksi. Garam dijilat rasa asin. Tahi hidung Rocky juga asin. Kesimpulannya Garam adalah Tahi Hidung Rocky. Tuduh Permadi Arya tak belajar logika,Β Gerung yang mengaku sudah belajar juga payah silogismenya. Ini memangΒ Β urusan ilmu mantiq. Filsafat, selain mantik juga perlu,Β riuadhiyah: fisika, geometri, matematika, musik dan perbintangan. Juga psikologi dan metafisika.
Setiap kata,Β termasuk kata fiksi,Β memiliki empat dimensi makna. Makna verbal,Β makna idiom terminologis, makna metafor atau majaji dan makna hakiki atau makna filosofinya. Gerung tidak menelisik makna kata ' fiksi ' pada dimensi yang mana yang dia maksud.
Ketika disebut kata kitab suci,Β makna verbalnya akan merujuk padaΒ tulisan kitab-kitab pegangan masing-masing pemeluk agama. Buku Das Kapital 'kitab sucinya' orang komunis, ini makna metafor. Makna sejatinya adalah kesatuan pesan Tuhan yang Maha Agung untuk manusia, lewat seorang nabi utusan, disampaikan dalam bahasa nabi dan masyarakatnya.
Penyampai pesan yakni Tuhan dan nabi disatu pihak dan yang menerima pesan dipihak kedua, adalah dua pihak dimana pihak penerima pesan belum tentu menyerap penuh seluruh. Dunia tanpa seseorang pemilik legitimasi penjelas kitab suci, akan melahirkan banyak konsepsi berlainan dari para penerima pesan. Hal fatal adalah ketika para pencari kebenaran tersungkur dalam perasaan telah menemukan. Dari titik kejatuhan ini kesombongan dan menuduh sesat orang lain biasa dimulai.
Timbul lah mengkafiran sana-sini. Oleh orang yang merasa telah menemukan kebenaran. Bersama orang-orang seperti itulah kini Gerung bekerja-sama.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (6)
Persoalan persepsi Ricky Gerung terhadap konsepsi kitab suci,Β adalah material kitab dalam bentuk narasi bahasa,Β tinta dan kertas. Kalau dalam idiom kaum muslim,Β yang demikian itu disebut mushaf. Al Quran sebagai kitab suci dan mushaf adalah dua hal yang berbeda. Makanya penghafal Al Quran disebut 'mushaf' berjalan, ia tak ada bentuk tulisan tapi dihafal di benak. Kitab suci adalah satu keutuhan makna,Β risalah Ilahi, yang terikat oleh susunan kata. Kata mengikat makna.
Kalau dalam definisi ini saja kita berbeda,Β bagaimana kelanjutannya ketika kita menyandarkan predikat kata 'fiksi' pada subjek yang definisinya antara kita berlainan. Subjek predikat,Β meminjam istilah ilmu tata bahasa atau gramatika. Kalau dalam idiom ilmu logika, kata 'kitab suci' sebagai konsepsi dan kata 'fiksi' sebagai afirmasi,Β alias tashawur dan tasdiq.
Pangkal debat kusir adalah ketika kita belum menyamakan definisi ketika kita membahas sesuatu. Persoalan sejenis ini pernah terjadi pada masa lalu,Β yang berakhir dengan eksekusi Imam Ahmad bin Hambal. Soal qidam dan huduts nya kalam Ilahi. Penguasa keberatan Imam Ahmad Bin Hambal berpendirian Kitab Suci itu qidam, bukan suatu kebaruan atau huduts. Imam yang lain selamat karena ia memegang mushaf dan mengatakan yang ditanganku ini huduts atau baru.
Membuat proposisi 'kitab suci adalah fiksi',Β dengan argumentasi karena keduanya memiliki efek yang sama yakni membangkitkan imajinasi sungguh kurang bijak sana. Terlebih persoalan ILC sedang mengusung tema politik tentang Indonesia bubar versi novel Ghost Fleet karangan PW Singer dan August Cole yang di kutip Pak Prabowo saat pidato di UI. Gerung terlalu melebar sampai pada proposisinya: Kitab suci itu juga fiksi. Jelas ini sangat membingungkan pemirsa TV One.
Bisa jadi benar,Β salah satu efek membaca kitab suci adalah membangkitkan imajinasi. Tapi itu bukan substansi utamanya. Ada ribuan efek dari membaca kitab suci: misal menenangkan jiwa,Β menghadirkan perasaan damai dan tenteram, hilangnya rasa gelisah dan lain-lain. Jadi terlalu gegabah proposisi Gerung itu.
Substansi kitab suci itu aturan dari Tuhan bersifat chooseable,Β bisa dipilih untuk diikuti bisa tidak,Β namun diminta pertanggung-jawaban oleh karena manusia berakal. Kitab suci itu seruan bagi makhluk yang punya rasionalitas. Dititik ini bisa difahami,Β dalam agama tak ada paksaan.
Akal membangun konsepsi,Β kitab suci berupa revelasi,Β wahyu yang turun. Disebut juga ketentuan Tasyri'i atau Syariat. Ada ketentuan yang mana manusia tak bisa memilih,Β namanya ketentuan Takwini atau paksaan,Β disini tak ada pilihan. Misalnya Rocky mau berusia muda terus tak bisa, ya semua orang jadi tua.
Jadi baik definisi 'kitab suci' maupun silogisme yang dia bangun logikanya acak-acakan. Demikian pun dalam definisi kata 'fiksi' yang dia kehendaki sebagai lawan kata realitas, bukan lawan kata fakta. Ada jurang perbedaan yang sangat besar tentang fahaman realitas antara filsafat Barat yang menolak konsepsi metafisika serta kaidah rasional logika,Β dan filsafat kaum muslimin yang bertolak dari Aristoteles: bahwa realita itu bisa material juga bisa immaterial, berupa fisika dan meta fisika. Realitas Tunggal eksistensi. Siapa Al Mutaqin dalam ayat kedua Al Baqarah,Β mereka orang-orang yang percaya ghaib.
Berpolitik praktis memperalat filsafat. Gerung ujung-ujungnya serang Pak Jokowi.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (7)
Sekarang mari kita bedah dari sudut pandang terminologi ilmu mantiq tentang hubungan dua hal universal. Kita mulai dari silogisme yang dibangun oleh Rocky Gerung.
Kitab suci memiliki efek membangkitkan imajinasi. Fiksi adalah energi yang bisa membangkitkan imajinasi. Kesimpulan Gerung: Kitab suci adalah fiksi.
Sebagai orang yang mengklaim diri pejuang kampanye akal sehat,Β di televisi,Β kampus dan mesjid,Β Gerung tidak mengindikasikan orang yang faham kaidah mantiqiyah, atau metodologi logika. Sangat kentara dalam cara dia membuat silogisme. Ternyata dia tidak lihai dalam membuat premis mayor,Β premis minor dan natijahnya. Rocky melakukan trik mughalathah: trik tipuan logika.
Namanya metode deduksi membuat premis mayor terlebih dahulu, dari universal, lalu premis minor ke partikular. Contoh premis mayor semua warga negara Indonesia wajib bayar pajak. Premis minornya Ricky Gerung adalah warga Indonesia. Kesimpulan Rocky Gerung wajib bayar pajak.Β Ini baru contoh sari sisi yang bukan negasi. Dan silogisme memiliki banyak sisi.
Kalau membuat silogismenya model Gerung, orang bisa berkelahi. Telinga orang Dayak lobang besar. Paralon lobang besar. Telinga orang Dayak adalah paralon. Ini kan kampret namanya. Kampanye menggunakan akal sehat tidak mengerti ilmu mantiq.
Ilmu mantiq atau logika mengajarkan hubungan dua universal. Ada yang sama plek,Β atau tasawi,Β seperti antara manusia dan rasionalitas. Ada yang hubungan universal khusus dan umum,Β seperti ayam dan unggas. Setiap ayam pasti unggas,Β tidak semua unggas adalah ayam. Ada hunungan sebaliknya. Ada hubungan kedua universal yang memiliki sebagian kesamaan. Misalnya merpati putih dan kapas,Β sama dalam putihnya tapi di sisi lainnya tak memiliki kesamaan.
Hubungan universal kitab suci dan universal fiksi adalah kategori yang ke empat.Β Keduanya hanya memiliki satu kesamaan saja yakni,Β membangkitkan imajinasi. Sisi lainnyaΒ perbedaannya.Β Mahiyah kitab suci dan mahiah fiksi adalah dua sesuatu yang berbeda. Coba buat pertanyaan dengan apakah kitab suci itu?Β Apakah fiksi itu?
Jawabannya adalah sesuatu yang berbeda.
Tapi kenapa sesuatu yang berbeda itu dipaksakan sebagai hubungan tasawi atau presisi.
Saya bukan hendak menelanjangi Rocky Gerung. Saya hanya sedang mengikuti kampanye dia mari gunakan akal sehat. Agar akal tidak tergelincir dari pemikiran keliru,Β makanya harus mengikuti cara kaidah logika.
Definisi dan siligisme harus dikuasai sampai nglotok. Agar tidak terjadi maling teriak maling. Mengaku paling akal sehat,Β gak mudeng ilmu logika.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (8)
Ketika kita bicara kitab suci,Β maka tak bisa terpisah dari substansinya sebagai sebuah pesan,Β siapa yang berpesan,Β siapa yang menyampaikan pesan danΒ siapa yang diseru oleh pesan. Bicara kitab suci akan selalu satu paket dengan Tuhan,Β nabi dan umat. Pada seputaran inilah agama berbicara.
Olok-olok terhadap agama bukan baru sekarang ini terjadi. Hampir setiap nabi mengalami itu. Pengolokan terhadap nabi,Β Β bully,Β persekusi, embargo, pengusiran bahkan pembunahan pun dilakukan dari waktu ke waktu. Kali ini dalam bentuk nyinyir pengolokan ditujukan pada kitab suci oleh Rocky Gerung dengan mengatakannya sebagai fiksi,Β tidak real. Soal kitab suci bagian tak terpisahkan dalam persoalan agama.
Memandang agama dengan sebelah mata terjadi dari masa ke masa. Bukan hanya komunisme yang mengatakan agama itu candu. Terkait ini pula Gerung menyamakan sensasi baca Pancasila dan bau ganja: imajinasi. Menuduh kitab suci isinya hanya dongeng belaka. Dalam dunia komunisme ateis menyatakannya secara terang-terangan.
Materialisme kapitalisme Barat walau tersembunyi,Β mereka melawan Tuhan dengan menindas manusia dan praktik riba. Para penentang Tuhan secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan,Β itu sama saja. Narasi-narasinya satu irama.
Dalam fahaman kesatuan pesan,Β pemberi pesan dan pengangan pesan,Β maka kitab suci tak bisa dinyatakan sebagai fiksi. Yang akan berefek pada Tuhan fiksi dan Nabi fiksi, untuk umat fiksi. . Semuanya dinyatakan tidak real. Gerung hendak tiru-tiru Descartes, semua ia ragukan kecuali keraguannya sendiri.
Rocky menyamakan kitab suci dengan buku novel. Sama-sama tulisan yang dapat membangkitkan imajinasi. Rocky tidak melihat bahwa kitab suci itu kalam ilahi,Β atau perkataan Tuhan. Disinilah Rocky menggeneralisir bahwa konsepsi kitab suci itu tulisan yang sama seperti tulisan lainnya.
Dan orang lain dipaksanya harus mengkonsepsi seperti dirinya. Inilah sumber ambiguitas,Β ketika dalam membuat tamsil dia pakai perumpamaan kitab suci.
Memang kalau mau berbicara kitab suci,Β harus dengan orang yang telah mempercayainya. Baru akan bisa membahasnya. Pribadi Gerung sendiri paradoks,Β ia meragukan realitas kitab suci tapi ia membahasnya. Sebuah proposisi yang ia paksakan dalam keraguan, mana bisa begitu. Inkonsistensi akut.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (9)
Kalau makna real itu harus terindera,Β bagaimana dengan adanya realitas ilmu seseorang yang tak terdengar, tak terlihat maupun tak teraba. Dan bagaimana juga denganΒ realitas non-materi lainnya?
Justru kitab suci lah navigator ketika rasionalitas menemukan jalan buntu atau mentok pada puncak potensi rasionalitasnya. Ketika konsepsi-konsepsi rasional tak dapat menggapaiΒ ketinggian hakikat.Β Karena itu konten kitab suci adalah realitas perkara ghaib: surga,Β neraka,Β barzah, hisab,Β kebangkitan, malaikat,Β bidadari,Β dan lain-lain. Kitab suci petunjuk buat orang taqwa yang percaya ghaib.
Tuhan tidak menurunkan nabi-nabinya untuk jadi penemu listrik seperti Thomas Alfa Edison, penemu pesawat atau penemu teknologi yang lain. Karena jenis keilmuan ini dibangun dalam landasan rasionalitas,Β dan disempurnakan oleh masing-masing ilmuwan di bidangnya. Wahyu dan nabi lebih menekankan pada membangun manusia sebagai pengguna iptek. Karena iptek di tangan manusia yang salah juga akan berujung malapetaka.
Sehebat-hebatnya filsuf,Β sepintar-pintarnya teolog atau sufiΒ tak akan tahu kalau dirinya ketika di dimensi alam Alastu pernah membenarkan penyaksian pada ketuhanan Rab nya. Ketika ditanya Tuhan: Alastu birabbikum, bukankah Aku ini Tuhanmu? Jawab iya kami bersaksi. Pada dimensi ketika waktu belum lahir bersama materi. Tapi peristiwa ini diceritakan di Surat Al A'raf. Jangankan pada saat itu,Β pada saat usia manusia baru satu tahun ketika bayiΒ tak mampu mengingat.
Sangat tak bijak ketika dengan memaksakan diri Gerung mencampur aduk antara konsepsi dan revelasi,Β antara akal dan wahyu. Dengan memvonis yang satu fiksi dan yang satunya lagi realitas. Fiksi atau i'tibar hanya santiran atau cetakan dalam benak yang tak terkorespondensi dengan realitas.
Akal dan wahyu justru saling melengkapi. Dalam upayanya manusia menggapai hakikat akal membutuhkan wahyu. Dalam mengimplementasikan wahyu diperlukan rasionalitas untuk mengaplikasikan dalam dataran praktek.
Fahaman Gerung terhadap bahwa kitab suci itu bukan realitas yang dipublis secara umum di TV One pasti hanya akan menancing kegaduhan pro kontra saja.Β Karena definisi dari realitas versi Gerung hanya pada yang terindera. Sehingga kalau ditanya apakah ada ilmu dalam seorang bernama Ricky Gerung? Harus dijawab tidak ada,Β karena tak terindera. Padahal realitas ilmu ada pada Rocky Gerung,Β minimal ilmu drama untuk menarik massa.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (10)
Mari memasuki langit-langit konsepsi. Dimensi tertinggi metodologi rasionalitas yang terbungkus dalam kaidah metafisika,Β ontologi, dan filsafat hikmat.
Sejak Aristoteles menetapkan realitas tunggal hingga Sadrudin Siraji, rentang waktu hampir dua milenium,Β diskursus filsafat berkutat tentang siapa yang terhubung dengan realitas,Β apakah wujud atau mahiyah. Hampir dua milenium persoalan yang kelihatannya sepele ini telah dituangkan dalam khazanah naskah ribuan kitab falsafah yang bisa dilacak dengan mudah dan murah di era digital. Masalahnya siapa mau menyelam lebih dalam mengambil mutiara kebenaran,Β hakikat.
Wujud atau eksistensi lah yang terkorespondensi dengan realitas. Mahiah hanya i'tibarul aqli,Β hanya fiksi. Eksistensi lah yang realitas. Bukan mahiyah.
Realitas tunggal, Eksistensi atau Hyang Ada, darinya lah keberadaan lain menyandarkan kausalitasnya. Ketika keberadaan yang lain membutuhkan penyebab di luar dirinya, Realitas Tunggal tak punya penyebab kecuali dirinya sendiri. Di ujung konsepsi inilah akar iman tumbuh tentang Adanya Tuhan. Dikuatkan oleh kabar ghaib kitab suci.
Yang menjadi masalah adalah Rocky Gerung memaksakan filsafat Barat sebagai satu-satunya pandangan yang paling benar dalam mempersepsi kata realitas. Ia terjebak dalam proposisi kitab suci bukan realitas: kitab suci itu fiksi, karena makna real itu harus terindera.
Realitas dalam bahasa arabnya Al waqiy aini.Β Realitas non-materi yang metafisis,Β terbentang pada tangga naik langit-langit konsepsi hierarki keilmuan. Seluruh konsepsi tingkat tinggi itu bersujud simpuh di hadapan Laitsa Kamitslihi Syai'un, tak ada yang segambar denganNya. Dia Tunggal,Β sumber dari segala hukum sebab-akibat,Β yang tak terjangkau oleh konsepsi-konsepsi terliar para nabi dan ilmuwan sekalipun. Sementara keberadaan selainNya,Β adalah keberadaan bergantung pada sebab.
Mulai dari landasan pemikiran material, sembari menghayalkan telos dengan imajinasinya beraroma bau ganja,Β tak cukup untuk mengacaukan pemikiran bangsa Nusantara. Gerak-gerik Gerung akan selalu tersingkap jejak pemikirannya, karena era ini adalah era anak-anak gembala di kampung bisa mengakses tumpukan naskah yang dulu terkubur. Jangan mau dibodohi Gerung filsafat itu sulit. Filsafat itu gampang.
Dan kitab suci itu realitas. Besok kita perdalam itu lebih ceto. Hari ini nulis di kereta api,Β goyang-goyang.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (11)
Saya akan pukul Gerung,Β kalau saya duduk bersamanya di ILC, kata Kang Mat. Jangan Kang,Β Β itu namanya main kekerasan, timpal Dul Kampret. Mereka kembali membahas persoalan kitab suci itu fiksi,Β atau kitab suci tidak real menurut Gerung. Lalu Kang Mat menjelaskan.
Memukul bukan untuk niat jahat atau menganiyaya. Tapi mau menjelaskan dengan ceto dan pertelo. Begini: Ketika pukulan saya mendarat di hidung Gerung,Β ada empat hal yang terjadi. Yaitu: perintah otak untuk mukul,Β tangan bergerak, pukulan telak di sasaran dan rasa sakit korban. Demikian urutannya,Β terjadi dalam hitungan detik saja.
Pertanyaannya apakah Gerung akan melaporkan kekerasan fisik ini ke pihak yang berwajib? Ya,Β mestinya seperti itu karena korban dilindungi oleh hukum.
Gerung pun membawa hasil visum. Hidungnya,Β seperti petugas KPK, katanya patah. Dia sendiri merasakan bagaimana sakitnya kena pukulan. Tangan yang mukul jelas. Tapi apakah perintah otak yang menyuruh memukul itu fiksi atau realitas? Ini yang masalah,Β ketika dibuat BAP.
Perintah memukul yang berasal dari otak pelaku,Β karena tidak terindera,Β dinyatakan fiksi. Berarti pukulan yang dihasilkannya fiksi,Β hidung patahnya juga jadi fiksi dan rasa sakitnya juga fiksi. Jadi Gerung tak bisa mempidanakan pemukul. Karena perintah otak pelaku kepada tangan dinyatakan tidak real.
Kira-kira begitu dampaknya kalau menyatakan kitab suci itu fiksi. Karena,Β Tuhan Gerung harus terindera dan kitab sucinya harus terindera. Akan jadi berabe sekali.
Saat korek api belum dipantik oleh Gerung,Β aspek api fiksi atau real? Kalau dibilang api fiksi,Β kenapa kalau dipantik tiba-tiba muncul menyala? Artinya,Β api saat korek belum dipantik itu realitas pada dimensinya. Ketika ada pemantik, pantikan dan bahan bakar, turunlah api pada dimensi materialnya. Saat kita punya modal pemahaman rasional tentang eksistensi api metafisis ini, kita tak akan kesulitan ketika dituntun pada Tuhan itu realitas dan kitab sucinya juga bukan fiksi.
Abstraksi itu baik,Β kata Gerung membela diri soal proposisinya: kitab suci itu fiksi. Kelihatannya Gerung tidak belajar baik filsafat yang membahas benak atau wujud zihni,Β sehingga untuk menjelaskan kata abstraksi,Β atai i'tibarul aqli masih gamang.
Begini, benak,Β zihni, abstraksi atau i'tibar aqli itu fenomena khas rasionalitas. Benak menyimpan santiran objek yang dipotret atau direkam pancaindera. Disini benak menginput objek data. Ini pengetahuan representasi. Orang buta dan tuli sedikit sekali memiliki jenis pengetahuan husuli seperti ini. Kecuali informasi dari meraba.
Benak juga memverifikasi. Apakah konsepsi benaknya terhadap sesuatu itu ada di ranah realitas. Biasa realitas di luar benak ini disebut harizi. Kadang benak mengkonsepsi sesuatu tapi di realitasnya tidak ada. Contoh,Β konsepsi kegelapan. Di realitas tak ada kegelapan,Β yang ada hanya keadaan yang sangat kurang cahaya. Jadi abstraksi, kepadanya tak bisa dikatakan baik atau buruk. Ia fenomena benak yang masih harus diverifikasi. Konsepsi sekutu Tuhan,Β di realitas tidak ada.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (12)
Saya tidak sedang ingin Rocky Gerung dipenjara karena pendapatnya. Pengadilan atas pendapat cukuplah pada Socrates, Suhrawardi, Imam Ahmad bin Hambal, Al Halaj dan Syeh Siti Jenar.
Justeru saya sedang berterima-kasih kepada Rocky Gerung yang sudah membawa tema filsafat di panggung tinggi nasional. Dengan cara menghidupkan potensi rasionalitas lewat khazanah keilmuan yang sudah terbangun dalam lintas peradaban.
Seharusnya Gerung seorang diri, gak usah takut minta perlindungan kampret segala. Karena kebenaran tak membutuhkan jumlah pendukung. Tan Hana Dharma Mangrwa, kebenaran tak akan mendua, tak boleh disandera oleh dualisme Cebong Kampret. Negeri yang penduduknya masih gagap belajar definisi. Lemah dalam mengotak-atik proposisi membuat silogisme.
Jangan sampai salah. Contohnya: Rocky Gerung tidak menikah. Pastur tidak menikah. Konklusi atau natijah: Ricky Gerung adalah pastur. Praktek siligisme yang salah untuk kitab suci itu fiksi. Ini karena gak latihan buat silogisme. Mau mengajak masyarakat gerakan Indonesia berakal sehat, ya harus belajar definisi dan silogisme itu, kawan.
Dunia menjadi seperti yang sekarang kita alami penuh ketidak-adilan ini disumbang oleh dua hal: satu pandangan dunia materialisme kapitalis Barat dan, dua para madlum yang diam tidak melawan dalam keterjajahannya.
Sebelum menyodorkankan tesis proposisi 'Kitab suci itu fiksi', Gerung harus mendefinisikan terlebih dahulu apa kata 'kitab suci' itu, sesuai versinya. Selanjutnya mendefinisikan kata fiksi. Tahapannya harus seperti itu. Agar tak membuat kegaduhan ambiguitas, pada kesimpulannya.
Ilmu logika menuntun belajar definisi maupun silogisme, baik teori maupun praktek, adalah upaya untuk menghindar dari berpikir salah. Filsafat kemudian menggali kekuatan deduksi dari silogisme, menghasilkan kaidah falsafah untuk memahami seluk-beluk eksistensi.
Menyatakan bahwa tiada itu fiksi. Hanya i'tibar akal. Antara ada dan tiada juga fiksi, bagaimana ada antara kalau tiada pun tak real. Wujud atau eksitensi, terpahami sebagai wujud niscaya dan wujud kontingen yang keberadaannya bersandar pada penyebab. Hanya Tuhan yang adanya tak bersandar pada penyebab. Keberadaan selainNya bersandar pada penyebab.
Menyerap ilmu mantiq dan falsafah, dituntun oleh wahyu kitab suci dapat menjadikan upaya pencarian iman yang mendalam. Dimanifestasikan dalam kehidupan bermoral, masyarakat adil makmur dan masyarakat mandiri.
Kedunguan kebijakan Jokowi adalah hendak mencapai Revolusi Mental tanpa menunjuk menteri pendidikan yang menanamkan pelajaran logika dan filsafat sejak dini. Biar dia naik yang kedua kali, biar dia akan saya kritik soal ini. Sekarang biar dia lanjutkan dua periode dulu.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (13)
Melalui diri kita dan segala aspek, Tuhan tersembunyi. Melalui diri kita dan segala aspek Tuhan juga nyata.
Di kitab Hikmah Al Arsy dikatakan bahwa aspek yang melaluinya Dia tersembunyi adalah identik yang dengannya Dia nyata.
Aspek maknanya seluruh aspek, bisa aspek kemineralan, aspek tumbuhan, aspek hewan, aspek rasionalitas, aspek malaikat, aspek jiwa dan lain-lain. Yang melakui aspek itu Tuhan tersembunyi (karena aspek itu yang nampak), adalah identik yang dengan aspek itu Tuhan nyata. Tuhan sembunyi sekaligus nampak dalam setiap aspek segala sesuatu.
Konsepsi yang dilahirkan kaidah filsafat ini, hendak menjawab suatu capaian sebelumnya ketika universal equivokal haruslah berupa takhashush atau individuasi.
Universal univokal yang merupakan tangga fahaman tertinggi bagi segala sesuatu, tidak termasuk disini. Universal equivokal yang tidak takhashush atau tidak satu pribadi, masih berupa fahaman yang abstrak atau i"tibari aqli yang umum. Takhashush atau mengindividu menuntun kepada ketunggalan.
Toh namanya konsepsi tetap saja konsepsi. Disini kebutuhan kepada kitab suci menjadi mendesak atau urgen, sebagai navigator bagi konsepsi kaidah filsafat luhur tadi. Bagaimana bisa kitab suci yang sangat penting kedudukannya sebagai navigator akal, bisa dianggap fiksi. Sedangkan fiksi adalah dedak pemikiran yang tak berhasil diverifikasikan dengan realitas. Gerung belum faham betul hakikat makna fiksi. Dia harus membuka bab ilmu husuli dan huduri. Supaya tidak menularkan kebingungan pada masyarakat.
Penjelasan Hikmah Al Arsy tadi identik dengan makna Bhineka Tunggal Ika: Yang tampak berbeda-beda ini sesungguhnya yang satu itu jua. Tanhana Dharma Mangrwa, kebenaran tak pernah mendua.
Dalam filosofi wayang golek disebutkan Semar memiliki ilmu 'nyamuni dinu caang', bersembunyi dalam terang. Sebuah kesadaran filosofis yang tampaknya antagonis dan rumit. Namun memiliki keidentikan dengan kitab Hikmah Al Arsy anggitan Sadrudin Siraji.
Agama Nusantara lama Kapitayan juga menyatakan hal yang identik. Tankena kinayangapa, ning ana. Tuhan tak akan benar-benar terkonsepsikan secara persisi, tapi ia ada. Hal yang identik dengan proposisi sila pertama Pancasila: Ketuhanan yang maha esa. Yang oleh Rocky Gerung disebut bau ganja.
Pendidikan nasional kita masih terpengaruh kuat oleh kaidah filsafat Imanuel Kant. Yang dimulai dari tesis, antitesis dan sintesis. Untuk itu tangga naik keilmiyahan ditandai oleh tesis. Ini dalam rentang waktu panjang menyumbang pemikiran dualisme dalam urusan ideologi, politik, ekonomi dan budaya. Sebuah koreksi atas pondasi filosofi pendidikan kita. Ada pengelola pendidikan oleh kementerian Pendidikan ada pengelolaan oleh menteri agama. Pancasila masih dibuat berhadap-hadapan dengan Islam. Padahal keduanya memiliki keidentikan mendasar, dan keduanya berangkat dari dua arah yang berbeda: konsepsi akal dan revelasi kitab suci.
Gerung terlahir dari keadaan sengkarut yang disebabkan kuatnya pondasi kaidah filsafat Barat. Menuduh kitab suci fiksi dan Pancasila bau ganja. Memang itu hak dia bicara, tapi dalam makna HAM versi Barat, kebebasan adalah bebas apa saja sepanjang belum dikomplain oleh kebebasan orang lain. Tulisan-tulisan ini adalah kebebasan saya. Lapor ke polisi adalah kebebasan Permadi Arya.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (14)
Firman Tuhan atau Kalamullah, itu nama lain dari kitab suci. Perkataan Tuhan. Kita juga biasa mendengar kekuasaan Tuhan, kehendak Tuhan, ilmu Tuhan, pertolongan Tuhan, hidayah Tuhan, rahmat Tuhan, keperkasaan Tuhan, kelembutan Tuhan dan lain-lain.
Dalam ilmu bahasa, idhafah salah satu maknanya berarti kepemilikan. Kitabullah artinya kitab milik Allah. Kitab suci adalah kitab milik Tuhan yang maha suci.
Dalam filsafat, idhafah adalah mudhaf itu sendiri. Dalam fahaman inilah para mutakalimin atau teolog berpendapat Al Quran itu Qadim, bukan huduts atau baru. Kontradiksi tentang ini memuncak pada Penguasa Abasiyah dan Imam Ahmad bin Hambal, yang berakhir pada hukuman mati.
Untuk itu proposisi kitab suci fiksi oleh Rocky Gerung, sesuatu yang gegabah dan dibiarkan saja. Bahkan oleh pihak kampret yang sering mengaku Islamnya paling benar.
Dalam fahaman diatas, menyatakan kitab suci fiksi sama dengan dengan menyatakan Tuhan fiksi. Karena kitab suci dan Tuhan adalah makna idhafah dan mudhof. Sesuatu yang sesungguhnya satu kesatuan.
Kecurangan argumentasi Gerung terletak pada menyamakan mushaf dengan kitab suci. Mengartikan kitab suci sebatas makna hermeunetika, sebatas makna lafdhiyyah verbal semata. Padahal bahasa kitab suci hanya medium yang, - dalam keterbatasannya, dipakai untuk mengikat makna yang sangat dalam. Makna yang penuh seluruhnya tak akan mampu dikonsepsi oleh akal rasional.
Gerung hanya melihat sisi naskah kitab suci yang mampu membangkitkan imajinasi, sebagaimana naskah novel atau buku fiksi lainnya. Seperti baca Cerpen horor, si pembaca merinding bulu kuduknya. Suatu tamsil perumpamaan yang sangat dangkal dari Gerung.
Apa yang disampaikan Gerung lebih berat dari yang Ahok sampaikan. Gerung menafikan kitab suci yang mana itu sebuah pesan dariNya. Identik dengan Gerung menafikan pemililiknya yang mana kitab suci berasal dariNya, yakni Tuhan.
Karena Gerung dibiarkan menebar pemikiran yang tidak argumentatif, hanya atraktif di panggung Karni Ilyas. Di panggung dinding pesbuk ini Si Fakir, saya Kang Mat, terus menulis, tak terima Tuhan dinafikan lewat perendahan kitab sucinya yang dinilai fiksi oleh Sang Gerung.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (15)
Untuk membuktikan kebenaran wahyu/kitab suci, seorang nabi tidak berargumentasi. Tapi setiap dari mereka dibekali mukjizat oleh Tuhannya. Itu karena wahyu tidak hanya berbicara soal benda materi hari ini. Tapi ia membahas juga non-materi. Hal-hal yang telah lampau. Dan hal-hal yang akan datang.
Bagaimana mungkin rasionalitas mau menjangkau semua itu?
Dengan demikian jelas tak layak Gerung hendak mengkonsepsi kitab suci hanya dengan rasionalitas akalnya semata. Dengan ketinggian filsafat Barat yang hanya mencapai filsafat antropologi, dengan manusia sebagai subjek maternya. Yang terindera dan terabstraksi oleh akal semata.
Minimal filsafat metafisika yang masih dapat memberi sedikit keterangan tentang dimensi eksistensial dari kandungan ayat atau kalimat kitab suci. Makna leksikal ayat kitab suci tak dapat secara sembarangan ditafsir dalam kedangkalannya, tanpa kompetensi tafsir yang sahih menyelam ke kedalaman menembusi hierarki eksistensi.
Sebuah kitab tafsir atas kitab suci, kendatipun ia hasil dari mufasirin yang kompeten tetap saja tak akan dapat menyampaikan makna penuh seluruh secara persisi seratus persen. Hanya Tuhan dan nabiNya serta Warasihuna fil Ilmi, yang dapat meliputi seluruh maknanya.
Kitab suci juga bukan doktrin. Karena teologi, aqidah atau usuludin adalah kitab suci yang sudah dibreakdown oleh logika menjadi kaidah-kaidah ilmu kalam. Kitab suci adalah makna pesan Tuhan yang tasyri'i, yakni memungkinkan diikuti dan ditolak oleh penerima pesan. Bebas dipilih atau tak dipilih sebagai penyempurna kebenaran, dibuntuti pertanggung-jawaban. Dan pertanggung-jawaban ini konsekwensi dari adanya rasionalitas.
Kalau Gerung mau mengkampanyekan akal sehat justru tak bisa berputar-putar dalam jagat material dengan basis yang terindera. Atau berkutat dan berkelindan dalam kedirian antropologisnya yang mendaki gunung-gunung abatraksi. Dan di bukit-bukitnya engkau ngoceh dishoting kamera TV One di acara ILC.
Mulla Sadra filsuf muslim abad pertengahan telah menempuh tiga jalur pendakian pencarian hakikat sekaligus, yakni irfan, kalam dan hikmat. Ia berada di 'puncak Everest' dari konsepsi kaidah filosofis metafisis, di batas terluar kekuatan rasionalitas. Ia tuangkan dalam sembilan jilid besar kitab Al Asfar Al Arba'ah.
Di sana kamera otak ilmu husuli/representatif mengalami lightover, tersungkur dalam keterbatasannya. Detektor ilmu huduri masih menangkap detak jantung jiwa. Eksistensi itu begitu dekat. Mendekap. Bahkan lebih dari leher punya urat. Bahkan lebih erat. Dan ketika dia cari keberadaan Dua? Ternyata itu fiksi belaka.
Gerung, kau dan saya bukan siapa-siapa. Hanya ada. Dan selebihnya fiksi belaka.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (16)
Disebut juga Kitab Samawi atau Kitab Langit. Yang turun ke bumi lewat ucapan seorang nabi, dan ditulis serta dibukukan oleh peradaban manusia melalui juru tulis wahyu, atas perintah nabi.
Disini bahasa dan penulisan adalah upaya mengikat makna. Disamping ada juga yang sejak misalkan di Islam Nabi Muhammad bacakan, bertelepa dari penghafal kitab suci ke penghafal berikut sampai sekarang. Pada kasus ini, dimensi tulisan kitab suci tidak nampak karena ia ada dalam hafalan yang terjaga. Sehingga kini dikawal oleh ratusan ribu penghafal. Juga para penghafal tuna netra.
Memang betul kata Rocky Gerung, bahwa membaca kitab suci itu mampu membangkitkan inspirasi, imajinasi maupun termotivasi. Kekuatan seperti ini juga mampu diberikan oleh sebuah novel ketika seseorang membacanya.
Kitab suci bukan sekedar sebuah bacaan dan bagaimana efek setelah membacanya. Kitab suci adalah hakikat pesan Tuhan kepada manusia. Kitab suci berawal dari Tuhan maha pencipta, Dia tahu kapasitas ciptaannya. Dia tahu bahwa tak akan mampu rasionalitas manusia merengkuh hakikat penuh seluruh. Makanya Dia menurunkan kitab suci dan satu paket sekaligus dengan nabi sebagai penjelas kitab suci kepada manusia.
Gerung dengan mafhum semuanya harus bottom up, dia telah memaksa orang lain kedalam kefahaannya itu. Jelas ini tidak bisa. Lantaran perihal kitab suci baru akan sesuai ketika difahaminya sebagai top down.
Revelasi yang bukan dari konsepsi keilmuan berpangkal rasionalitas akal manusia.
Bermafhum seperti Gerung akan berujung kepada, Al Quran karangan Nabi Muhamad, Injil karangan Nabi Isa dan Taurat karangan Nabi Musa. Mazhab filsafat Barat yang mengharuskan diri memulai dari pondasi materi yang terindera dengan pendekatan metodologi empiris.
Madzhab ini pernah melahirkan komunisme bercorak ateis, darwinisme yang memilih nenek moyangnya binatang kera, dan saya kagak mau ikutan. Kalau mau ikut Darwin sikahkan, kalau monyet hajatan kalian pada kondangan. Silahkan jadi sinoman atau parhobas.
Mereka keukeuh terhadap pandangan dunianya, bahwa sumber kebenaran adalah materi. Dan harus dimulai dari situlah semua titik start pengetahuan, agar terhindar tahayul, mitos dan dongeng.
Yang di abad ini sedang mereka pamerkan di panggung dunia, inilah kemajuan mazhab kita, dan terperangah lah penduduk dunia ketiga.
Tapi mereka gunakan semua hasil ilmu pengetahuan itu untuk menjajah manusia. Menghegemoni dan menyesatkan. Menjadi Si Zalim. Dan milyaran mayoritas menjadi si Mazlum. Masyarakat peradaban Barat, belum mengenal hakikat diri dan hakikat bangsanya. Memutus hubungan spiritual dengan Tuhan, jatuh dalam dekadensi.
Setidaknya ketika dia bicara di ILC, di kampus Muhammadiuah, di masjid atau di UIN, Gerung telah yakin dengan ilmunya. Bagaimana mungkin orang yang ragu atau belum tahu bisa jadi pembicara di depan masyarakat luas. Dan ilmu seseorang adalah non-materi. Kalau ilmu itu materi, tambah banyak ilmu seseorang tidak akan kuat jalan. Mikulnya terlalu berat.
Tidakkah ke non-materian ilmu, bisa menuntun akalnya pada tak berhingganya hakikat non-materi yang lainnya. Termasuk makna hakikat dari kitab suci. Bukan makna verbal kitab suci yang sering dipolitisasi.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (17)
Kitab suci menekankan tiga hal yang merupakan ayat besar : bintang di atas kepala, sejarah di belakang kita dan jiwa dalam diri kita.
Bintang adalah cakrawala, semesta yang bertebaran termasuk planet bumi di dalamnya. Alam tempat kita berpijak.
Sejarah adalah jatuh bangunnya peradaban manusia dan kausalitas utamanya berupa pengabaian terhadap perkataan Tuhan. Penentangan kepada nabi yang diutusNya.
Dan jiwa. Sisi metafisika manusia, yang juga harus dicamkan sebagai hal penting, yang tak boleh diabaikan. Substansi yang kepadanya diberi pilihan, untuk ikut atau menolak jalan lurus. Dan diminta pertanggung jawaban oleh karena ia berakal.
Bahkan dalam kitab suci diisyaratkan, jika saja seluruh pohon dijadikan pena dan, seisi samudera dijadikan tinta, maka perkataan Tuhan tak akan habis ditulis.
Ini menggambarkan bahwa, dari Tuhan yang tak terbatas maka kalamNya pun tak terbatas. Yang dapat menyentuh kedalaman maknanya hanya jiwa yang muthahharun alias bersih.
Aspek jiwa di dalam diri manusia, adalah metafisila. Filsafat Barat, mengenai manusia - hanya punya empat terminologi utama : anatomi manusia dalam ilmu kedokteran, sosiologi, psikologi, dan antropologi.
Descartes, sebagai bapak filsuf Barat Modern pun hanya menggapai sepotong ilmu huduri. Ia tahu dirinya yang ragu : semua aspek bisa ia ragukan, kecuali keraguan dirinya. Dikonversi jadi "aku berfikir maka aku ada'
Descartes adalah orang 'beriman', meyakini keraguan dirinya. Descartes tidak mampu menembus hakikat sandaran atau idhafah. Bahwa keraguannya seharusnya menuntunnya pada adanya dirinya. Dan adanya dirinya, adalah aspek paling nyata dan tak membutuhkan argumentasi njlimet apapun. Ia badihi, dan sederhana. Apakah kau harus berpikir panjang untuk menjawab pertanyaan, ketika ada yang teriak di luar rumah : ada orang di rumah ?
Seperti Gerung, ia memilih ragu dengan kitab suci. Ia meihat kitab suci sebagai persamaan naskah, seperti naskah-naskah lainnya. Seperti novel Ghost Fleet. Referensi dan literasi bosnya tentang Indobesia bubar 2030.
Selagi tauhid ketuhanan yang maha esa masih tertanam di dada bangsa Indonesia. mana bisa Indonesia bubar ?
Cakrawala, sejarah dan jiwa adalah eksistensi yang direkomendasi oleh kitab suci untuk dipikirkan. Ada banyak ilmu dan imajinasi disana yang bermanfaat untuk manusia. Bukan hanya karya fiksi novel.
Cakrawala menuntun pada keilmuan alam, sejarah pada keilmuan tentang manusia dan perjalanannya dan, jiwa menuntun pada ilmu filsafat metafisika. Wahyu sendiri menjadi navigator semua ilmu rasional, karena Tuhan tak bisa digambarkan dalam bayangan abstraksi akal.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (18)
Tantangan kitab suci yang berlaku sepanjang jaman dan belum ada yang meladeni tantangan itu adalah : datangkan satu surah saja yang dapat menyamai kitab suci. Walaupun surah yang pendek sekalipun.
Tak akan pernah ada yang mampu menandingi. Gerung dan seluruh filsuf yang pernah ada sekalipun. Baik dari bangsa Jin maupun manusia. Tak akan mampu mencipta kitab suci, atau yang hanya menyerupai walau satu surah pendek saja.
Kenapa meladeni tantangan itu tak akan berhasil, karena kitab suci adalah kalam Ilahi, dimana subjek yang dibahasnya meliputi seluruh realitas dalam segala dimensi. Sementara konsepsi rasionalitas manusia hanya mampu melacak bayang-bayang dari segala hakikat yang tersembunyi dalam dimensi rahasia.
Mafatih Al Ghaib, atau kunci-kunci tingkap rahasia ada disisi Tuhan yang maha esa. Kecuali manusia yang diberi izin olehNya dapat melihat, menyaksikan hamparan realitas tersembubyi itu. Dan itu pun baru gerbang musyahadah, ujung jalan para penempuh syair wa suluk. Ini jalan para ulama makrifat atau sufi.
Ada yang menempuh jalan rasionalitas. Mereka adalah para hukama atau ahli hikmat. Jalan para filsuf metafisika. Pendekatan metodologi rasional ini sampai di puncak bukitnya berupa tumpukan ilmu kaidah fiksafat metafisis. Sementara gunung-gunung tinggi realitas masih tertutup kabut tebal yang kunci-kunci ghaibnya masih di tanganNya.
Para ulama mutakalimin, atau ahli ilmu kalam, membuat replika kitab suci dalam disiplin ilmu teologia. Menurunkan makna kitab suci, menggunakan akal, ke dalam kaidah-kaidah tauhid menjadi dasar atau aqidah yang hadir sebagai doktrin.
Penuh seluruhnya beragama ada pada praktek. Sekecil apapun praktek adalah penggenap dari keseluruhan yang ternalar oleh seseorang.
Tak dijelaskan secara rinci dalan kisah Penghuni Gua (Ashabul Kahfi) apakah pengikut Nabi Isa itu tiga orang, lima orang atau tujuh orang. Yang jelas disertai seekor anjing bernama Kitmir, sebagai penggenap. Kitmir artinya secuil, atau tipis sedikit sekali. Tapi yang sedikit itu penggenap. Seseorang tak bisa dipandang hebat dari nalarnya yang pintar sundul langit seperti Ricky Gerung yang menghina pahlawan Agus Salim. Tapi dari praktek hidupnya sehari-hari, sekecil apapun praktek yang mampu ia lakukan.
Kisah manusia pengikut Yesus, yang tidur 310 tahun dalam gua atas pertolongan dan rahmat Tuhan, ditulis dalan Al Quran. Bahkan menjadi nama surah ke 18, Al Kahf. Mereka hendak dibunuh oleh Raja Lalim, dan Tuhan menolong mereka dengan caraNya. Semua orang Islam yang mempercayai Al Quran wajib percaya kisah ini. Kalau tak percaya, akan sia-sia keimanannya.
Lho kok lucu, kisah pengikut Yesus dicatatnya di Al Quran ? Itu kalau mengikut pikiranmu. Rentang sekitar 600 tahun dari kenabian Isa Al Masih ke nabi Muhamad, separuhnya sekitar 300 tahun masehi dipakai tidur Ashabul Kahfi.
Nabi dan kitab suci saling membenarkan satu sama lain. Nabi sesudah membenarkan nabi sebelum. Dan nabi sebelum memberitahu kemunculan nabi yang akan datang. Mereka adalah manusia pilihan Tuhan yang maha esa. Walhasil keimanan seorang muslim kepada adanya kitab Injil, Taurat, Jabur maupun kitab samawi lain yang tak terkisahkan adalah wajib. Tanpa mempercayai itu, bisa gugurlah keimananya.
Bagaimana mungkin, kata harus tunduk pada proposisi Rocky Gerung yang meragukan kitab suci dan menganggapnya fiksi. Apalagi menerima ceramah Gerung di masjid-masjid.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (19)
Qul Huwa Allahu Ahad
Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in
Innani Ana Allah
Katakan Dia Allah satu
Hanya padaMu kami menyembah dan hanya padaMu kami mohon pertolongan
Sesungguhnya Aku adalah Allah
Dimensi kata ganti tunggal yang berganti posisi antara Kamu, Aku dan Dia, adalah fenomena khusus yang mana Sang Pembicara tidak diwakili oleh kata ganti Aku semata seperti pada umumnya sebuah narasi.
Kata ganti tunggal, baik orang pertama, orang kedua maupun orang ketiga melebur dalam satu realitas mutlak, hakikat yang satu atau realitas tunggal. Dlomir Huwa, Ana dan Ka (Iyya ka) diidentikan pada satu realitas Tuhan.
Fenomena begini hanya ada di kitab suci. Baca saja Ghost Pleet atau novel lain, penuturnya adalah monolog dengan satu kata ganti saja.
Fenomena ini menuntun kita kepada realitas metafisika atau ghaib, yang menyembunyi pada setiap hakikat segala sesuatu.
Tabir-tabir mahiah menghalangi penglihatan pada hakikat. Bahwa seluruh yang ada di laut dan di darat dan setiap daun yang gugur adalah dibawah pengetahuanNya. Dan Dia bersama segala sesuatu dimanapun segala sesuatu itu berada.
Aku, Kamu dan Dia adalah satu. Dan tak ada realitas kedua dan seterusnya. Fenomena kataganti tunggal pertama, kedua dan ketiga yang merujuk kepada satu realitas tunggal Ilahi. Dan meniadakan realitas ganda atau majemuk.
Tentu fenomena ini tak akan muncul di novel seperti Ghost Fleet. Yang dijadikan data Frabowo untuk menyatakan tahun 2030 indonesia bubar, yang menuntun Rocky Gerung menyatakan Kitab suci itu fiksi dalam rangka pembenaran bosnya.
Dibagian lainnya kitab suci menyeru manusia secara umum dengan frasa Ya Ayuhannas atau Yabna Adam. Kadang hanya kepada yang beriman dengan frasa Ya Ayyuha Aladzina amanu. Kadang kepada pihak kafir : Qul ya ayyhal kafirun.
Setiap ayat ada maqamnya. Tidak boleh satu ayat dieksploitasi atau dipaksakan untuk membenarkan suatu kepentingan pribadi atau kelompok. Dan yang memahami maqam sebuah ayat tentu manusia yang ditangannya dianugerahi takwil.
Sebagaimana orang beretika akan menahan dirinya untuk tidak sembarangan menuturkan Tuhan, begitu juga kepada kitab suci yang adalah manifestasiNya berupa firman. Jangan sedikit-sedikit keluar ayat hanya untuk keren dan gagah-gagahan.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (20)
Ayat Muqatha'ah atau simbolisasi huruf, juga sebuah fenomena kitab suci yang tidak ditemukan dalam narasi prosa. Mana orang umum mengerti kalau dalam satu buku novel misalkan ditulis hurus A L M. Yang ngerti maksudnya pasti hanya pengarangnya saja.
Seperti buku puisi, kata Sapardi Jokodamono, penyair menulis begini padahal maksudnya begitu. Penyair senang dengan banyaknya orang mencari makna dari tulisannya. Sedangkan yang tahu penuh seluruh adalah diri penyair sendiri.
Lewat fenomena ayat muqataah, Tuhan sedang menunjukan otoritasiNya dalam makna penuh seluruh kitab suci. Namun Tuhan tak seperti penyair. Ia maha adil. Untuk itu ada nabi yang Dia beritahu makna penuh seluruh kitab suci. Tuhan tak akan berbuat sia-sia, tentu tak akan membiarkan ayat muqataah terpampang begitu saja tanpa makna. NabiNya dan orang yang mendapat wasiat dari nabi akan selalu ada untuk mengetahui makna penuh seluruh ayat itu. Agar umat tidak dibiarkan dengan kitab suci yang difahami sepotong dan tidak difahami sebagian lainnya.
Berjalanlah kalian di pelbagai penjuru Endonesa datangi rektor-rektor Universitas Muhamadiah atau Kiai pemangku Pondok Pesantren. Tanyakan pada mereka makna seutuhnya Alif Lam Mim di Surah Albaqarah. Minta penjelasan pada mereka makna ayat itu sesuai yang Tuhan maksud sembagaimana presisinya ?
Adakah yang berani mengklaim bahwa diri mereka tahu makna yang dimaksud itu secara persis seratus persen ?
Sedangkan ribuan kitab tafsir yang ditulis pengarangnya yang alim dan alamah, tak jauh beda dengan teleskop Huble ketika mencoba memotret hamparan galaksi di cakrawala. Tak akan mencapai makna presisi yang penuh seluruh. Masih banyak bagian jagat raya yang tak terjangkau olehnya.
Kitab suci hidup adalah para nabi pembawanya. Mereka adalah model manusia yang dipilih Tuhan untuk ditiru kebaikannya oleh umat manusia. Keteladanan. Disinilah letak bedanya bahwa kitab suci itu sempurna dan tamat. Sedangkan umat masih jatuh bangun mendaki dan sering kumat. Rocky Gerung adalah contoh umat yang kumat, menuduh Kitab Suci fiksi gegara hanya mau belain bosnya Prabowo yang mengatakan Indonesia bakal bubar tahun 2030 sesuai novel Ghost Fleet.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (21)
Kedalaman makna yang tak terbatas terkandung dalam kitab suci. Dikisahkan di surah Kahfi tentang seorang guru yang mengajar Nabi Musa soal hakikat. Guru itu meminta syarat kepada nabi Musa, yakni jangan banyak tanya kalau belum hendak dijelaskan guru.
Pertama guru menenggelamkan sebuah perahu dengan cara dilubangi. Kedua membunuh anak kecil. Ketiga membetulkan posisi tembok yang hendak roboh saat mereka dua kelaparan. Nabi musa menilai menenggelamkan perahu dan membunuh anak kecil itu suatu kejahatan. Dan membetulkan posisi tembok hendak roboh tak ada salahnya minta upah sekedar makan.
Nabi Musa dinilai melanggar syarat yang diminta, dan keduanyapun berpisah. Lalu sang guru menjelaskan hakikat dibalik tiga peristiwa itu. Konon guru itu bernama Nabi Khidir.
Dalam kitab suci banyak yang tidak dijelaskan secara geografis, misalnya tempat dibuatnya perahu nabi Nuh. Tempat Dzul Qarnain membuat tembok penghalang Yajuj Majuj. Negeri Saba dimana Ratu Balqis bertahta. Padahal Tuhan maha tahu untuk menyebutkan mereka satu-persatu. Namun bukan soal itu pesan yang hendak disampaikan pada manusia.
Tapi kadang Dia menyebut nama bintang seperti Najm Tsaqib, diantara milyaran bintang yang belum bisa dinamai oleh para ilmuwan astronomi. Dia lah pemilik seisi bumi dan langit, tak satu pun luput dari pengetahuan Dia.
Bahkan ketika setiap entitas ruh ditanya,
a lastu birobbikum : bukankah Aku ini Rabb kaiian ? Bala syahidna. Kita semua pada mulanya dalam musyahadah atau menyaksikan tentang Ketuhanan Rabb kita. Sampai kemudian manusia mengingkarinya sendiri di kehidupan dunia ini. Kisah ini tak akan diketahui jika tidak melalui kitab suci. Itu terjadi di dimensi waktu kapan ?
Konsepsi-konsepsi filsafat metafisis pun tak akan sampai pada kebenaran detail di dimensi lain, seperti digambarkan oleh kitab suci.
Kitab suci sendiri mengatakan tentang kandungan dirinya yang meliputi muhkamat dan mutashabihat. Muhkamat artinya terkoresponsensi dengan hikmat rasionalitas. Sedang mutashabihat, adalah bagian yang samar yang sering ditawil serampangan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Jadi disini, disuruh hati-hati dengan pihak yang jualan ayat untuk ta'wilnya sendiri.
Bagaimana mungkin sebuah kitab suci yang kandungannya tak terbatas disamakan dengan karangan manusia. Sedangkan manusia sendiri terbatas, sudah pasti karangannya pun terbatas.
Makna mudah dari Allahu Akbar adalah Tuhan tak terbatas, otomatis kalamnya, yakni kitab suci juga maknanya tak tak terbatas. Gitu lho Rung rasionalnya.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (22)
Ta'wil itu seperti pawang. Misalnya tentang Nabi Yusuf ketika menjelaskan takwil dari tabir mimpi seseorang, atas petunjuk Tuhan dia menjelaskan makna sesungguhnya. Takwil berbicara presisi, tidak melenceng sama sekali.
Disisi kitab suci harus berdiri seorang manusia langit yang memiliki legitimasi takwil. Karena ini legitimasi langit, maka seseorang yang hanya bermodalkan ilmu konsepsional hanya diperbolehkan mentafsir kitab suci. Seperti perumpamaan teleskop Huble memotret langit. Hanya berfungsi membantu mata telanjang. Tidak mengklaim tahu kebenaran keseluruhan langit.
Tentang takwil inilah umat bersengketa saling mengklaim kebenaran menggunakan alat ayat-ayat yang diterapkan paksa pada maqam yang tidak semestinya. Sering kali dalam banyak kasus ayat hanya digunakan sebatas alat framing, atau sebatas stempel pembenaran saja. Tahu kitab suci hanya terjemah sudah lincah ceramah. Itulah ulah para penipu berkedok tokoh agama.
Pihak Barat yang berideologi materialis, seperti agen Gerung, sangat tahu bahwa kekuatan Indonesia ada pada nilai Islam Nahdliyin. Untuk itu antitesisnya dicari juga dari kekuatan Islam wahabi. Didukung dana 1000 an trilyun. Penguasaan media. Repetisi tagar. Dan selogan kembali ke Quran dan Hadist, mengklaim mereka saja yang benar. Takwil mereka kangkangi, sebagai alat hegemoni. Jadi sumber gaduh yang tak berujung.
Beda takwil dan tafsir adalah bahwa takwil terkait legitimasi dan otoritasi Ilahi dalan memilih siapa berhak mentakwil. Takwil bicara presisi pesan yang hendak disampaikan pada manusia.
Sedang tafsir adalah konsepsi penafsir, setidaknya dapat membantu menyelam lebih dalam makna kitab suci meski tak mampu menyentuh dasarnya yang tak terbatas.
Ilmu tafsir seperti ilmu teologia, yakni mengkonsepsi nilai kitab suci yang tak teterbatas kedalam satu rasional terminologis atau pemafsiran. Sebagai ilmu, adanya ilmu kalam syah syah saja. Tapi sebagai doktrin kebenaran tunggal pemiliknya tentu tidak demikian. Banyaknya aliran dalam agama dipicu dari sini. Dari konsepsi teologis terhadap wahyu revelatif yang tak terbatas. Seperti upaya mengkafling langit yang tak berdinding.
Kebanyakan keadaannya seperti saat mesin pesawat diotak-atik oleh bukan ahlinya. Jadinya pada trouble semua. Dan kitab suci jauh lebih rumit dari mesin pesawat yang semuanya material. Bagaimana mungkin kitab suci bisa ditakwil dan ditafsir seenaknya oleh yang bukan ahli.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (23)
Suku di pedalaman atau di pulau luar, tanpa kitab suci bisa menata kehidupan dunianya baik-baik saja. Kitab suci menekankan keutamaan nasib jiwa di hari akhir. Apakah kepada mereka tidak pernah turun wahyu ?
Kitab suci mengisahkan wahyu kepada tawon dan ibu Nabi Musa. Wahyu disini bukan bermakna syariat, yang menyeru akal umat. Karena kepada binatang tak diterapkan taklif yurisprudensi syariat. Juga tak ada nabi perempuan.
Ayat tentang wahyu kepada tawon dan ibu Nabi Musa agar menghanyutkan bayi kecilnya, adalah menyatakan bimbingan langsung Tuhan kepada makhluknya. Dan ini bisa juga terjadi kepada siapapun termasuk kita. Termasuk pada kepala-kepala suku.
Kalau di filsafat hikmat ada mafhum tasykik atau gradatif. Sebuah realitas wahyu merentang dari yang terlemah sampai sang terkuat. Seperti cahaya kuat dan lemah, sama-sama cahaya. Kira-kira begitulah tamsil kita memahami pewahyuan Tuhan.
Mushaf atau lembaran kertas dan tinta yang ditulis di dalamnya kitab suci, adalah wahyu kering. Dan nabi sendiri, atau orang yang mendapat legitimasi Tuhan atas takwil adalah kitab suci basah. Nabi dan kitab suci yang dibawanya adalah satu cetakan adonan yang satu : Shibghat Allah. Untuk umat menempuh jalan panjang pemahaman dan keteladanan ( uswah al hasanah).
Sangatlah penting untuk memahami hakikat dan kedudukan kitab suci agar kita tidak sembarangan memperlakukannya. Kitab suci adalah kalam Ilahi, yang artinya ia adalah manifestasi Tuhan dalam bentuk firman yang hadir ditengah-tengah kita. Tidak sama dengan naskah lain yang berasal dari konsepsi manusia.
Novel, puisi atau prosa apapun tak layak disejajarkan kitab suci. Seperti ulah tak beretika Ricky Gerung yang sedang membela tuanya. Dan kata fiksi tak layak disematkan pada kitab suci. Karena justru kitab suci lah satu-satunya kitab yang mampu mengungkap realitas tunggal, bahkan realitas-realitas metafisis yang tak terjangkau konsepsi akal.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (24)
Nurun ala nur. Cahaya diatas cahaya. Wahyu datang dari ketinggian ilahiah. Wahyu hanya difahami penuh seluruh secara utuh hanya oleh manusia pilihan Tuhan yang maha tinggi saja.
Tuhan pun telah memutuskan tentang diriNya, bahwa Dia adalah rahmat. Tidak selain daripada rahmat. Sehingga apapun tentang neraka dan segala kemalangan nasib manusia tak lain dari inayah yang terpancar dari rahmatNya.
Dalam mafhum inilah kita semestinya menilai kitab suci. Sebagai sumber nilai tertinggi dan sebagai limpahan rahmat. Yang dengannya cinta ilahi dapat terucap dalam lantunan mambacanya. Dan terungkap saat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari berupa praktek-praktek cinta.
Hanya akan muncul berupa perang dan perlawanan saat kezaliman berdiri di depan mata.
Dari Dzat yang tak terbatas akan keluar kitab suci yang nilainya tak terbatas. Untuk itulah realitas ini tak bisa berhadap-hadapan dengan konsepsi apapun yang dihasilkan dari rasionalitas manusia. Tidak terminologi ilmu teoligia atau ilmu kalam, tidak juga konsepsi kaidah filsafat.
Yang ada hanya urutan. Bahwa rasionalitas, bagaimanapun ia terbatas, di dunia ini urutannya lebih dahulu dari wahyu. Ada rasionalitas dulu baru ada seruan wahyu Tuhan. Dan tidak sebaliknya. Rasionalitas dan revelasi wahyu keduanya dari Tuhan, hanya cara kemunculan nya berbeda. Konsepsi tumbuh dari bumi sedangkan wahyu turun dari langit.
Kesempatan pertama ada pada rasionalitas menggapai eksistensi Hyang Transenden, adanya Tuhan yang maha esa. Memakrifati hakikat adanya alias meyakini. Urutan berikut kesempatan pada wahyu untuk menjawab bagaimananya. Disini peran penjelas para nabi dan pewaris nabi menjelaskan seluruh aspek pertanyaan bagaimana secara saksama dan presisi.
Kesempatan terakhir atau finishing kembali diserahkan pada rasionalitas. Seluruh khazanah keilmuan yang berasal dari konsepsi rasionalitas dan teknologinya harus berhidmat kepada membangun peradaban manusia yang berkeadilan. Bukan peradaban hegemoni penuh kezaliman yang kini diperankan oleh Barat.
Kitab suci sebagai wahyu ditangan kita, tahap pertama kita yakini adanya sebagai pesan Tuhan untuk kita. Penjelasannya secara utuh sekuruh tidak berada ditangan pihak yang tak kayak. Apalagi jadi hanya alat menghegemoni belaka. Nabi dan penerima wasiat yang meneruskannya adalah pihak yang layak menjelaskan bagaimana pesan Ilahi itu.
Terakhir masing-masing kita membuat catatan praktis berdasatkan kadar kemampuan rasionalitas kita : apa yang harus kita lakukan.
Rocky Gerung sama sekali keliru pada tahap konsepsinya tentang kitab suci. Dan kekeliruan kedua pada tahap afirmasi, ketika mempredikasi fiksi pada kitab suci.
Seperti nyala lilin yang membual kesana kemari, di siang bolong mengarang cerita matahari : begini, begini.
Angkringan Filsafat Pancasila
Kitab Suci Bukan Fiksi (25-Selesai)
Kitab suci dan akal saling menimbang. Dengan raionalitasnya lah setiap manusia menimbang segala sesuatu yang datang padanya, termasuk kitab suci. Pertama menimbang tentang eksistensi kitab suci, atau adanya. Lalu tentang substansi bagaimananya. Dan apa saja makna yang hendak disampaikan pada manusia.
Dan dengan rasionalitas lah konsepsi-konsepsi fiqh dilahirkan oleh para ulama fuqoha sebagai aturan yang detail, sesuai perintah kitab suci. Tanpa rasionalitas, universalitas kandungan kitab suci tidak akan bisa dibreakdown menjadi praktrk aplikatif dalam kehidupan sehari-hari, yang ruang waktu dan kondisi budayanya berbeda.
Sudah menjadi hal yang logis ketika sesuatu yang lebih tinggi menimbang yang dibawahnya. Kitab suci juga mengklaim dirinya sebagai tibyanan atau penimbang bagi setiap segala sesuatu. Namun soal kembali kepada siapa pemegang legitimasi langit untuk mentakwil, yang tahu penuh seluruh isi pesan kitab suci. Karena pelaku penimbangan tetap saja manusia.
Tapi setidaknya kita harus terlebih dahulu bisa membedakan mana nilai konsepsi dan mana nilai revelasi atau wahyu. Konsepsi dilakukan manusia melalui potensi akal. Sedangkan revelasi adalah kitab suci yang hakikatnya tak bisa diketahui oleh hanya akal semata. Perlu menempuh jalan praktek spiritual dalam bimbingan ahlinya. Perlu menghubungkan diri dengan realitas pemegang takwil, dan bukan seseorang yang hanya mengaku-ngaku.
Disinilah perlu difahami bahwa beragama itu tanggung-jawab masing-masing dan pilihan masing-masing yang perlu dimakrifati seluruhnya menghabiskan seluruh waktu. Hanya bidang fiqh atau detail praktis kita boleh ikut taklid. Dalam memakrifati selainnya kita harus mencari sendiri. Kendatipun Tuhan tidak mematok hasil pencarian dari memakrifati hakikat itu.
Disini manusia dituntut membuka hijab penghalang berupa ketokohan, tradisi maupun ego kelompok.
Setelah memahami hakikat konsepsi dan revelasi wayhu, kita akan berhenti membenturkan Pancasila dan Kitab Suci. Karena Pancasila itu konsepsi filosofis. Sedangkan kitab suci itu revelasi wahyu.
Namun antara konsepsi Pancasila dan revelasi wahyu kitab suci, keduanya memiliki dua kandungan substansi dasar yakni tauhid dan keadilan. Memakrifati makna Tuhan yang maha esa, dalan praktek membangun peradaban berkeadilan. Titik temu langit dan bumi pada sila pertama dan sila kedua.
Sedangkan persatuan Indonesia, sistem demokrasi berhikmat dan keadilan sosial adalah sawah ladang tempat kita memulai bekerja menanamkan tauhid dan membangun peradaban berkeadilan.
Dalam rangkaian serial tulisan ini saya banyak mengutip kitab suci Al Quran sesuai agama yang saya anut. Tentu saja kitab suci lain yang juga berasal dari Tuhan sama, memiliki makna substansi yang sama. Bahwa setiap kitab suci memiliki kedalaman makna, yang hanya nabi pembawa dan penerima wasiatnya bisa menyelaminya.
Saya akhiri tulisan Kitab Suci Bukan Fiksi di angka serial ke 25, mengharap syafaat dari Al Furqan, nama surah ke 25. Kitab suci sebagai Kitab Pembeda antara yang hak dan batil. Seperti hukum alam yang selalu memisahkan air dan minyak.
Jerih payah ribuan tahun Ulama Hikmah memisahkan wujud dan mahiah, Eksistensi dan esensi. Membaca realitas tunggal. Yang tampak beraneka ragam ini sesungguhnya yang satu itu jua, kebenaran tak akan pernah mendua. Bhineka Tunggal Ika Tanhana Dharma Mangrwa.
Kita akan bertemu lagi nanti di serial PANCASILA TIDAK BAU GANJA. Kita nimbrung Pemilu dulu sementara.
Angkringan Filsafat Pancasila
Leave a Response